Kau
adalah satu-satunya manusia yang membuatku berharap bahwa ‘selamanya’ tak
sebatas salah satu kosakata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Aku pernah ditinggal pergi, dan aku tidak ingin merasakannya lagi. Aku
tahu rasanya berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun bergulat
dengan rindu. Aku suka memanggilmu tanpa alasan, kau akan tahu kenapa dan aku
tak bisa makan sendirian, kau akan tahu kenapa. Aku kalah telak, ketika rindu
dan waktu bersatu; siapkan dirimu hancur perlahan.
Aku tahu rasanya ditinggal
pergi, dan aku tidak ingin membuatmu merasakan hal-hal itu. Rindu yang
sungguh-sungguh tak ada ujungnya. Kalau aku pergi, kau akan merindukanku
berjuta-juta kali lebih dari yang pernah kau rasakan sebelumnya. Kau akan
terbangun tengah malam dan mendapati mimpimu bersamaku, dan kau akan semakin
terpuruk karena aku tak bisa lagi kau lihat. Kau akan memanggilku, terus
memanggilku, dan aku tak akan pernah datang lagi. Sekalipun. Kau akan tau
betapa pilunya memanggil dan tak ada jawaban. Sungguh pilu sekali, kau akan
merasakan seperti diabaikan, sedangkan tak ada seorang pun yang mengabaikanmu. Maka
izinkan lah aku mendapatkan jawaban saat aku memanggilmu meski ribuan kali dan
kulakukan tanpa alasan.
Kau akan menangis dalam hujan,
dan kau akan semakin merasa dalam kehancuran karena kau tau aku suka sekali
hujan; lebih tepatnya aku suka sekali menghabiskan hujan bersamamu. Kau akan
merindukan cerita-ceritaku, kau akan terdiam di sudut kamarmu menahan seluruh
memori yang ingin keluar dari kepalamu; terlalu sesak di sana. Namun tak kau
izinkan satu memori pun atasku pergi dari otakmu, kau takut aku akan hilang.
Kau akan mendapati lidahmu tak berfungsi selama berminggu-minggu, makanmu tak
akan berasa apapun. Kau akan mendapati dirimu makan sendirian, dan semakin
terluka karena kau kini tau rasanya. Rasa mengapa aku tak akan pernah bisa makan
sendirian, mengapa aku harus makan bersamamu, atau bersama orang lain, atau
bahkan sekedar ditemani orang-orang di layar kaca. Kau akan tau rasanya
mengapa. Kau akan mendapati dirimu melamun berkali-kali di atas meja kerjamu,
karena bahkan sebegitu sibuk kau berusaha mengalihkan pikiranmu atasku, kau tak
akan bisa. Aku masih berdiri disana; di sudut pikiranmu.
Aku tahu rasanya, itulah mengapa
aku tak ingin kau merasakannya. Orang-orang akan menyuruhmu datang ke pemakaman
untuk mengirimiku doa, tapi kau menolaknya. Karena kau tau kau akan mendapati
dirimu terjebak dalam semua cerita yang ingin kau ceritakan kepadaku. Kau akan
semakin merindukanku dan kau tak bisa menahan airmata yang mengalir di pipimu.
Dan kau akan membenci tempat itu, karena kau sadar disitulah satu-satunya
tempat kau bisa melihatku. Kau akan terpaku melihat telepon genggammu, disitu
terlalu banyak aku. Terlalu banyak foto tentangku dan tulisan-tulisan antara
kau dan aku. Untuk sejenak kau akan merasa dunia ini tak ada artinya tanpaku,
aku sudah merasuk menjadi oksigen yang kau hirup setiap hari. Kini kau rasa
sesak, oksigenmu hilang.
Aku mengerti, dan cukup aku yang
mengerti. Aku tak ingin kau tau rasanya ditinggal pergi. Kau akan membenci kata
‘sabar’ untuk sekian rentang waktu, karena kau tahu betul bahwa begitu sulitnya
hal itu dilakukan. Kau akan bertemu orang-orang dan tersenyum, untuk pertama
kalinya kau harus memakai topeng yang kau simpan selama ini. Kau harus
tersenyum, sebagai formalitas. Kau akan menyadari bahwa memberikan senyum
formalitas pun begitu sulit. Lama kelamaan kau akan bosan dengan rindu yang
sebegitu mengganggu dan tak kunjung berlalu, tapi satu hal yang tak bisa kau
pungkiri bahwa kau masih ingin bertemu denganku. Entah sekali lagi, atau
berkali-kali lagi, dan pada intinya kau tak ingin aku pergi. Kau akan menyesal
karena terlalu banyak kata yang tak sempat kau sampaikan kepadaku, tentang
seluruh kata cinta yang kau pendam sendiri, tentang semua pujian yang kau rasa
cukup kau yang tau, dan tentang seluruh kata maaf dan penyesalan yang belum sempat katakan padaku.
Sayang, sayangnya kita fana. Aku
dan kau hanyalah sebuah sementara. Andai bisa selamanya, aku menemanimu
menjalani kerasnya dunia. Andai bisa selamanya, kau akan kutemani kemana saja. Dan
andai bisa selamanya, sungguh, aku bersedia.
Untuk dua orang
yang membuatku bisa menulis hal semacam ini.
Kau yang ada di
sudut kota dan engkau yang ada di sudut jagad raya.
Aku rindu.
Tertanda,
Rizky
Amalia.
:"
BalasHapus:"
BalasHapusKepada siapapun tulisanmu ditujukan, teb, bukan cuma postingan ini melainkan juga postingan-postingan lain, tentunya merasa bahagia karena kamu begitu tulus mengalirkan rasa lewat prosa-prosamu :")
BalasHapuswow wow wow
BalasHapus