Minggu, 12 Juli 2015

Belenggu Rindu


                Ini adalah kisah tentang sebuah rindu, sebuah cerita mengenai seseorang yang terbelenggu, dan sebuah cinta yang kini terasa begitu pilu. Aku tahu rasanya dibelenggu rindu; Saat cinta yang kau rasa tak diberi izin bertemu oleh semesta. Saat pikiran meronta meminta jawab atas sebuah tanya yang waktu pun bahkan tak tahu jawabnya. Dan saat semua rasa bersalah itu berkumpul menjadi satu lalu meruncing menusuk dada begitu saja.


                Rindu ini abadi; Pertemuan selanjutnya telah terhadang oleh perbedaan dimensi. Aku tahu seberapa serius 2 kata ini, “Perbedaan Dimensi”. Seluas apapun hutan kutebasi tak akan bisa kutemui, sedalam apapun lautan kuselami tak kan jua aku dapati, sejauh apapun kakiku berlari tak akan bisa sampai ke tempat yang kini dia singgahi, dan setinggi apapun gunung yang kudaki tak akan pernah bisa ku berdiri di hadapannya lagi. Karena aku berada di bawah langit pertama, dari tujuh langit yang diciptakan Sang Maha Menguasai.

                Sebuah kesalahan untuk berkata “Aku yang paling terluka.”, karena seseorang pernah berkata dan sungguh aku menyetujuinya. -Luka paling menyakitkan di dunia adalah kehilangan belahan jiwa-. Jaraknya tak lagi terjangkau mata dan bayangnya tak lagi bisa dibuat oleh Sang Surya. Bukan lagi sebuah terka, kurasa ini fakta: bahwa seberapa pun lamanya aku menunggu, aku tahu waktu tak akan sebaik itu untuk mengizinkanku bertemu, lagi.

                Aku sudah tau rasanya kehilangan; ketika tak ada yang bisa lagi dijangkau rindu dan ketika airmata tak mengubah apapun. Ketika memohon-mohon agar waktu kembali seperti dulu lagi walau hanya sekejap, dan menyadari betapa bodoh permintaan itu. Ketika menyadari begitu bodohnya permintaan itu dan masih tetap mengharapkan keajaiban terjadi. Dan ketika rindu di dalam kalbu sudah tak tertahan lagi, tapi hanya menunggu lebih lamalah yang bisa dilakukan.

               Panggillah. Meski untuk berjuta kali hingga orang itu bosan mendengarmu, panggillah. Siapa pun yang ingin kau panggil namanya, siapa pun yang kau inginkan untuk ada. Sebelum ia tak lagi bisa menjawabnya. Sebelum tiba saatnya kala kau memanggil jutaan kali dan tak akan ada yang datang. Sebelum tiba saatnya kala kau memanggil jutaan kali dan hanya kesedihan yang datang. Panggillah, sungguh.

Katakanlah, semua yang ingin kau katakan kepada siapa saja. Katakan saja semuanya. Kau tau waktu menyimpan begitu banyak rahasia yang tak akan pernah dikatakan kepada manusia. Katakan! Meski lara, meski luka, meski kau akan kehilangan muka, katakanlah. Katakanlah seberapa kau cinta. Karena aku bahkan tak sempat mengatakannya, dan rasa sesalnya bahkan tak bisa diukir dengan seluruh huruf yang ada di dunia.

Waktu punya belati, bisa menusuk kalbu tanpa henti, mengiris hati perlahan tapi pasti, menyisakan sebuah luka tak bertepi; rindu yang berbeda dimensi.

Tertanda,



Rizky Amalia.

2 komentar:

  1. Teb, mungkin kamu perlu melengkapi setiap tulisanmu dengan pelampung...
    Antisipasi kalau pembaca hanyut terseret arus haru-biru, gitu...
    Serius ini :') aku malah udah tenggelaaaaaammmm *handsup*

    BalasHapus
  2. Halo. Kapan nulis lagi?
    eh salah.
    Kapan tulisan-tulisanmu kamu bikin post lagi di blog ini biar aku juga bisa baca?

    BalasHapus